• Menu
  • Menu

Semangat Jiwa Muda 18 Kippu ~ Liburan Musim Dingin: Kansai

Setahun belakang, saat negeri sakura masih dalam angan-angan, kami sering berandai-andai. Terpengaruh oleh cerita orang-orang yg lebih duluan beruntung dari kami. Kisah yang tertulis di media, buku, internet. Berita tentang keindahan negeri sakura. Dan rumor betapa praktisnya, betapa mendukungnya sistem transportasi disana untuk berkeliling ria. Sungguh rasanya ini sebuah titik penting, batu loncatan yang wajib kami alami dalam garis hidup ini. Alhamdulillah. Mimpi tersebut berhasil juga kami laksanakan pada pergantian tahun 2013-2014 lalu.

Seishun 18 Kippu atau biasa disebut “18 Kippu” (Jyuhachi Kippu) saja adalah sebuah tiket promo untuk naik kereta JR manapun di seluruh Jepang untuk 5 hari. Harganya 11.500 yen yang sangat murah jika mempertimbangkan biaya shinkansen (sekali naik 8000 yen untuk tujuan jauh) dan biaya akumulatif untuk keliling-liling kota (minimum 200 yen sekali naik). Yup, transportasi di Jepang memang praktis tapi mahal! Nah, dalam periode-periode liburan, JR menawarkan tiket dewa ini untuk menarik minat orang berlibur.

Walaupun namanya Tiket Pemuda 18, semua umur bisa make kok. Saya berumur 23 saat menggunakan tiket ini. Mungkin dinamakan begitu karena pemuda (dan pemudi tentunya) umur segitu yang semangatnya lagi tinggi-tingginya. Suka mabal. ^^ Jadi mari kita beli tiket ini dan merasakan masa muda itu kembali.

Tiket 18 Kippu
Tiket 18 Kippu

Liburan musim dingin kali ini, kami memutuskan untuk pergi ke area Kinki (alias Kansai). Kami pergi ke Nara, Osaka, Kyoto, dan Kobe. Banyak sekali yang kami kunjungi dan bisa diceritakan tentu saja. Artikel ini dipublis sebagai jembatan (alias link, bakal banyak hyperlink disini [dan masih mati jika artikel yg berkaitan blm dipublikasi]) untuk menghubungkan cerita perjalanan kami tersebut. Berfungsi sebagai pokok alur cerita, mulai dari perencanaan hingga kepulangan. Namun, pokoknya saja. Spoiler saja.


Perencanaan ~ Kenapa daerah Kansai?

Salah satu fitur musim dingin adalah well dingin. Biasanya orang yang jalan-jalan saat musim dingin tentu tujuannya adalah ski, es, salju, dan objek beku lainnya. Kami sih sudah ada rencana sendiri untuk berski ria seperti itu, sudah ada jadwal dengan komunitas PPI masing-masing. Jadi, agak redundan kalau mau mengejar itu juga. Lagi pula, kalau musim dingin kan dingin. Mengingat kami orang tropis dan ini adalah musim dingin pertama kami kemudian jalan-jalan adalah aktivitas outdoor, kami jadi berfikir untuk menjauhi daerah dingin.

Menurut ibu geografi SMA saya yang menganggap bahwa bintang itu menempel di atap cekung raksasa yg mengelilingi bumi dan lokasi pusat gempa itu bisa dihitung dengan mengetahui beda waktu rasa gempa antara pusat gempa dan tempat kita berada, (bu geo itu berpendapat bahwa) semakin tinggi titik bujur suatu lokasi dalam peta akan semakin dingin lokasi itu. Karena mendekati kutub. Dengan demikian, pilihan kami adalah berkelana ke selatan dari titik tempat kami berdua berada (Tokyo dan Toyohashi).

Kobe Bay
Kobe Bay (Mana Kapalnya???)

Jepang. Jika kita mendengar kata itu, tempat yang pertama terlintas adalah kota-kota berikut: Tokyo, Hiroshima, Nagasaki, Kyoto, Osaka, Kobe, Nara, Hokkaido. Cuma Hokkaido yg ada di utara. Dan Jepang. Jika kita melihat negara ini ke ribuan tahun belakang, seluruh kebudayaan terpusat di suatu daerah: Kansai. Bukan Tokyo (atau daerah Kanto), bukan. Pusat budaya Jepang adalah Kansai (bahkan menurut Pak Ujihira, dosen bahasa Jepang saya sekarang, bahasa Jepang yg asli itu ya dialek Kansai). Ibukota Jepang selama 1000 tahun adalah Kyoto. Ibukota sebelum itu adalah Nara. Keduanya di daerah Kansai. Dengan demikian, lokasi yg paling sesuai untuk kita mengenal Jepang lebih dekat tentu saja Kansai, bukan?

Pagoda di Nara
Pagoda di Nara (pasti pastiles…)

Lagi pula, kota di daerah Kansai itu sangat-sangat dekat. Empat kota yang saya sebut tadi (Kyoto, Osaka, Kobe, Nara) cuma berjarak setengah jam perjalanan antara. Mungkin kayak Jabodetabek kali ya (tanpa mempertimbangkan kehandalan jalur kereta). Jadi, menarik sekali bukan untuk mabal selama 5 hari mengunjungi kota-kota terkenal yg sangat dekat satu sama lain ini.

Merencanakan Detail Menit ke Menit

Salah satu tujuan jalan-jalan adalah melihat objek wisata sebanyak mungkin. Hanya saja bingkai waktu yg kami miliki sempit. Hanya lima hari bukan? Menurut pengalaman saat jalan-jalan ke Nagoya, jalan-jalan seharian yg niatnya mengelilingi kota cuma bisa dapat dua-tiga situs saja. Dengan demikian, kami harus membuat rencana detail menit ke menit untuk memaksimalkan perjalanan ini. Toh, tujuan kami ada 4 kota!

Kami juga harus bermalam disana (nggak mungkin 5 hari bolak-balik, harga sama sih, tapi capeknya dan waktunya…). Karena musim dingin, sistem backpack (tidur di stasiun/taman gitu) kayak nggak mungkin. Jadi harus siap tempat menginap juga. Jadi beginilah alur perencanaan kami.

Beberapa hal yang harus masuk dalam persamaan: daftar situs wisata, jarak antar kota, dan bus pulang. Jadi, Sidik yang berkampus di Tokyo harus bergerak dahulu ke Toyohashi tempat kampus saya berada. Toyohashi akan menjadi Titik Rendezvous bagi kami di Jepang setelah berpisah dengan tidak tuntas (with a strange chain of event) di Bandung empat bulan silam. Dengan demikian, hari pertama tiket 18 kippu Sidik akan dipakai untuk perjalanan Tokyo – Toyohashi, selama 5 jam perjalanan.

Sebenarnya, kalau mau bisa saja kami langsung meneruskan perjalanan ke Kyoto di hari itu juga menambah 3 jam perjalanan, kalau tidak capek. Hanya saja, kami belum memiliki perencanaan waktu itu (terutama tempat menginap). Si teman saya itu pun bangun kesiangan sehingga hari itu dia sampai di Toyohashi sudah sore, nggak mungkin juga mau terus melawan capek. Namun, menginap dahulu di sini ternyata justru menambah waktu perjalanan, karena saya tidak memakai tiket 18 kippu hari itu. Itu artinya, dalam perjalanan 4 hari ke depan, jatah 5 hari milik Sidik akan habis dan jatah saya masih ada 1 hari, bisa dipakai Sidik untuk ke Tokyo pada hari berikutnya (hari ke enam).

Jadi, kami punya slot 4 jam. Sampai di asrama (dari stasiun, jemput itu orang) sekitar jam 7 malam, makan malam dan ngobrol nggak jelas, kami pun membuat minutes-by-minutes planning. Ide kasarnya begini. Rute kereta dari Toyohashi melewati Kyoto, ibukota Jepang 1000 tahun, kota yang paling banyak situs wisatanya. Jadi, hari pertama selain menghabiskan waktu maks 4 jam di rute Toyohashi – Kyoto kami ingin mengunjungi ini kota dahulu.

Kami akan bermalam di Osaka, tidak lain karena dari empat kota tujuan kami, yg paling murah adalah di Osaka. Itulah yg saya dengar dari teman dan yg kami amati dari situs-situs perhotelan seperti expedia, booking.com, japanica. Dari Osaka, hari kedua kami akan bertolak ke Kobe. Rencananya di Kobe cuma sampai siang agak sore, setelah itu balik lagi mencicipi Osaka. Kobe dan Osaka memiliki situs wisata paling sedikit soalnya. Jadi cukup sehari lah, lagi pula tempat tujuan wisata di Osaka buka sampai malam (Aquarium) jadi bisa ditaruh di malam hari. Hari ketiga saatnya mengelilingi Nara. Malamnya, malam tahun baruan di Kyoto, tujuan utamanya. Kemudian, hari terakhir keliling Kyoto. Hari terakhir kami jatuh pada tanggal 1 Januari, saat tahun baru. Pasti Kyoto plg seru kan?

Karena bus Toyohashi terakhir dari stasiun adalah pukul 20.30 (plg akhir 21.15 sih, tapi nggak sampai kampus saya -.-), kami harus bertolak dari Kyoto pukul 17.05 yg keretanya akan sampai di Toyohashi pukul 20.24. Giri-giri safe. Jadi kami harus melakukan rolling back action ke stasiun dari manapun situs kami berada pada hari terakhir itu pukul 16.00-an. Agak kecepatan, tapi yahh… Shikatanai yo…

Oh ya, sahabat setia kami untuk semua perjalanan ini adalah situs japan guide dan hyperpedia. Japan Guide untuk melihat daftar situs wisata, termasuk biaya masuk, jam buka, dan bagaimana akses kesana. Hyperpedia adalah untuk merencanakan rute kereta ke situs. Kami tidak akan mampu merencanakan perjalanan 18-kippu-an ini tanpa kedua situs itu (yup, walaupun kami mengandalkan mbah google dan tante wiki sekalipun).

Secara lengkap, peta perjalanan kami dapat diamati pada diagram berikut:

Eksekusi Perjalanan

Pukul 8.43 kami berangkat dari halte bus dekat asrama. Tadinya mau berangkat pukul 8.02, cuma, kami telat keluar beberapa menit. 25 menit kemudian sampai di Toyohashi station. Sampai di Kyoto sudah jam 12 lewat.

Salah satu basis perencanaan perjalaanan ini adalah kami tidak berekspektasi menemui salju. Namun, pada saat perjalan ke Kyoto tidak disangka salju salju pun menemui kami. Ternyata, jalur kereta ini melewati daerah pegunungan bersalju saat di jalur Ogaki – Maibara. Di stasiun kecil-kecil ini pun, kereta, apapun kelasnya, akan berhenti di setiap stasiun. Wow, kami yg orang tropis ini berbinar-binar matanya melihat hamparan putih tersebut.

Ternyata, salju itu beneran ada. Bukan spesial efek Hollywood belaka!

Menurut rencana awal, kami sampai di Kyoto pukul 11. Namun karena kesiangan, kami berhenti di stasiun Kyoto hampir pukul 1. Tentu hal pertama yg kami lakukan adalah cari tempat sepi buat shalat.Cari tangga darurat gitu. Eh ternyata begitu keluar dari gerbang platform stasiun langsung nemu spot yg bagus. Tepat di depan gate utama ada balkon menghadap rel kereta yg jarang disinggahi orang. Di hari terakhir kami juga menemukan tempat yg lebih luas dan lebih sepi lagi (karena hujan balkon tadi basah). Stasiun Kyoto paling enak deh cari tempat shalat.

Catatan: Selama perjalanan kami, Shinkansen terus menghantui. Itu kereta ada dimana-mana ya? Dan lewat terus??

Sebenarnya rencana awal kami adalah liat-liat area di depan stasiun, menurut Japan Guide ada beberapa situs, seperti Kyoto Tower dan beberapa kuil. Depan stasiun doang soalnya waktu kami mepet, sore sudah harus ke Osaka. Eh, kami sampai telat malah change of plan ke Arashiyama. Penasaran aja… Dan agak nggak asyik juga keliling-liling di dalam kota sebenarnya kan. Kami pun ngesot ke stasiun Saga-Arashiyama (naik kereta cuma 11 menit) dan menjelajahi itu daerah yg luas sampai mentari bersembunyi. Cukup puas.

Terakhir mengunjungi Arashiyama, kurang puas. Tapi sekarang momijinya sudah habis sih.
Terakhir mengunjungi Arashiyama, kurang puas. Tapi sekarang momijinya sudah habis sih.

Gelap, kami langsung ke Osaka. Memastikan hotel dulu lah, semalem sudah pesan via expedia untuk dua malam. Cukup murah, dua malam 5000-an. Namun hotelnya ternyata agak jauh. Dari stasiun Osaka harus naik kereta dalam kota lagi setengah jam lebih lalu jalan kaki lagi 10 menit.

Jeng-jeng-jeng… Sampai hotel, laporan, ternyata nama saya belum ada dong. Bingung kami. Setelah mbaknya cek receipt dari web, ternyata kami salah bulan. Masih bulan Januari, dan belum booking punya penginapan dong malam ini. Gagal!!! Mana sudah hampir jam 8. Tidur di mana?? (Liat tulisan hotel sebelah murah sih, semalem 1200 apa, tapi belum tentu masih ada yg kosong kan). Namun, Mbak Hotel Taiyo-nya baik. Kami dikasih kamar cadangan, tapi harganya nggak semurah yg dari web sih. Harganya 2300 yen per malam, single. Pas dicek, bau rokoknya parah. Bingung, mbaknya ngecek lagi. Eh ada kamar twin kosong yg untuk darurat-darurat banget… Tapi cuma malam ini aja, besok udah booked. Harganya 4600 yen per malam (total sama dg kamar single tadi). Ya sudahlah…

Masuk kamar hotel yg sederhana itu, kami langsung colok kabel dan buka web expedia lagi. Cari hotel lain yg kalau bisa lebih dekat ke kota. Meskipun gagal dapat kamar murah, hikmah yg kami dapat lebih besar. Nyobain tiga hotel yg berbeda di tiga malam. Yang selisih harganya cuma seribu yen saja, selisih fiturnya kayak bumi dan langit tapi. Hm…

Malamnya kami cari makan makanan halal (Xinjiang) dan keliling (tidak sengaja) di pusat perbelanjaan Osaka di daerah Namba.

Hari kedua adalah saatnya keliling Kobe dan Osaka. Rencana jam 8 sudah di stasiun, tapi bangun susah ternyata. Dingin. Kamar mandi share di koridor juga, jadi harus nunggu kosong. Alhasil jam 8 lebih kami baru check out. Langsung ke Kobe. Sasaran kami adalah liat kapal dan naik kereta gantung. Worthed lah naik Kobe ropeway ini.

Lagi-lagi melewati batas jadwal yg ditentukan, kami sampai di Osaka lagi jam 3 lewat. Harusnya mau keliling Osaka juga, tapi laper parah. Prioritas kami jadi bergeser untuk cari restoran halal. Dari daftar yg kami liat semalam, ada restoran Indonesia. Kami kesana dan sampai pukul 4-an. Ternyata ini hari terakhir mereka buka dan menu nggak bisa dipesan lagi. Cuma ada satu pilihan, tabehoudai 2000 yen. Mahal sih, tapi bisa makan sepuasnya (sekalian makan malam, udah soren juga).

Setelah itu kami pergi ke tujuan kami semula, Osaka Aquarium dan Bianglala dekat area bay. Sekitar pukul 9 kami ke hotel Osaka Garden Palace dekat stasiun Shin-Osaka. Capek… Dan lupa mengunjungi gunung terrendah di Jepang (cuma 3 meter, itu gunungg???), padahal di dekat Aquarium…

Besoknya karena belum puas liat Osaka, paginya kami ke salah satu kuil disana. Yah, Osaka memang dikit sih situs wisatanya, yg bagus tutup saat akhir tahun gini. Baru kemudian kami ke Nara. Sampai Nara sudah siang, sekitar jam 12-an. Makan siang di Saizeriya lalu kami menggeber kaki berjalan di area super duper luas disana sampai mentari menghilang, dan itu pun belum ke jelajahi semuanya…

Sampai di Osaka lagi sudah jam 9 lewat, bahkan hotel (ketiga) pun sudah nelpon-nelponin, kapan pulang. Malam ini malam tahun baru. Dan secara kebetulan (atau kesalahan) ini hotel tempatnya dekat kuil Tenmangu yg kami kunjungi tadi pagi, yg kayaknya ada rame-rame menjelang pergantian tahun malam ini. Tapi kok lemes banget ya… Mau keluar udah males. Dari kemaren ada tivi nggak dimanfaatkan, akhirnya nonton acara teve Jepang yg membahas pergantian tahun baru.

Hari terakhir, 1 Januari, saatnya ke Kyoto. Situs pertama yg kami kunjungi, kayak bendungan pecah! Ruame orang… Stasiunnya siaga 1 kayaknya… Semua alat elektronik udah gak efisien lagi dibanding orang… Siangnya, mau naik bus ke situs satunya lagi pun antrinya minta ampun panjangnya… Pada mau mudik kali ya.

Sorenya kami pulang, hanya berhasil mengunjungi dua situs saja, Fushimi Inari dan Kiyomizudera. Rencana jam 4 bertolak ke stasiun dari titik manapun kami berada, jam 4 kami sudah sampai di stasiun Kyoto dan siap pulang. Akhirnya, kami naik kereta yg lebih awal dan memutuskan untuk megang-megang salju untuk yg pertama kalinya di daerah Maibara sana (sambil nunggu kereta terakhir lewat).

Akhir Kata

Perjalanan yg kami impikan berakhir juga. Namun bukan berarti itu akhir dari mimpi. Masih ada angan-angan yg lebih tinggi dan lebih tinggi lagi tentunya. Misalnya, kami ingin ke desa-desa terpencil Jepang, pengen lihat gadis desa suasana desa tradisional Jepang gimana. Pengen ngerasaan kereta jelek yg cuma satu gerbong di stasiun kayu. Karena tujuan kami kali ini kota-kota besar, keinginan tersebut belum tercapai. Misalnya juga, melakukan perjalan tersebut dengan tulang rusuk separuh agama masing-masing (uhk-uhk) (ada yg berminat?).

Bertemu orang di jalan, banyak yg berkomentar sejenis “baru dua bulan di Jepang kok berani amat jalan-jalan super jauh gini?“. Ya gimana, udah pengen daru dulu. Lagipula ada google yg menemani kok. Zaman canggih gini. Makanya, perjalanan ini pun sangat kami rekomendasikan untuk para pemimpi-pemimpi lainnya.

Artikel ini hanyalah mukaddimah dari cerita Liburan Musim Dingin: Kansai ini. Tunggu artikel selanjutnya yg menceritakan detail dari setiap situs/pengalaman (atau klik dari link yang ada di artikel ini juga artikel lanjutan tersebut sudah selesai ditulis)…

Tinggalkan Balasan